Berikut ada beberapa kisah nyata dan nukilan dari berbagai sumber. Kebanyakan ialah dari personal, yang menggambarkan keterikatan dan kaitan antara kabupaten Banyuwangi atau yang terkenal dulu dengan Bhumi Blambangan dengan Kabupaten Purworejo kini, atau dulu tersohor dengan daerah Tlatah Bagelen.
Satu
Ada tokoh besar Banyuwangi, berusia sudah hampir 70 tahun dan tidak mau di sebut dengan nama dan tempat tinggal yang jelas. Beliau mengatakan bahwa almarhum Bapaknya ialah seorang kyai yang berasal dari daerah bernama Loano, di Kabupaten Purworejo. Puluhan tahun, dan lahir di Banyuwangi tentu saja Bapak ini sudah menyerap dan beradaptasi dengan kebiasaan dan kondisi dari lingkungan di Blambangan. Dan kini beliau menjadi seorang penasehat bahkan termasuk yang dimintai rujukan tentang kondisi dan apapun yang terbaik untuk Kabupaten Banyuwangi.
Dua
Desa Setail namanya. Masuk di Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi. Syahdan, desa yang peringkat no 3 terluas di kecamatan Genteng ini awal nya di buka, atau “ babat alas” oleh warga Bagelen Purworejo. Sekelompok perantau yang di pimpin oleh Eyang Nasrun Bagelen di tahun 1901 an.
Eyang Nasrun membuka Desa Darungan atau Boro, yang dalam bahasa Indonesia artinya ialah berpindah-pindah dan berpergian. Dan dibagi menjadi tiga bagian dengan dipimpin oleh putra-putri Bagelen keturunan atau rombongan dan sahabat dari Eyang Nasrun, yakni KH Abdul Basyar, R Suryo Atmodjo dan R Suwiryo.
Seperti biasa, di tahun itu banyak warga Bagelen yang bermigrasi entah dengan ikut program kolonialisasi Belanda dan menuju ke Lampung, perkebunan Deli-Medan atau bahkan jauh ke Suriname dan Belanda. Pun juga ada yang hijrah ke negeri tetangga Melayu seperti Malaysia, Brunai dan Singapura.
Sama seperti kisah kebanyakan, para perantau Bagelen, jawara KentholBagelen ini ikut serta dalam pembangunan dan dinamika daerah tersebut dan menjadi sesepuh, atau menjadi sesuatu yang patut di kenang dan di jadikan sebagai spirit perjuangan para muda-mudi di Kabupaten Purworejo seharusnya.
Tiga
Selanjutnya ialah tentang sedikit kisah Pitoyo Budi Setiawan. Lelaki Purworejo yang bersama ke enam saudaranya inu dilahirkan blasteran. Bapak berkewarganegaraan Belanda dan Ibu Purworejo. Paska pendudukan Jepang usai, Pitoyo bersama dua saudaranya menjadi warga negara Indonesia, dan ketiga saudara lainnya memilih menjadi warga negara Belanda.
Kisah hidup Pitoyo yang mahir berbahasa Belanda dan Inggris untuk menjadi warga Banyuwangi sangat panjang. Sebelumnya beliau memulai karir di kota Surabaya dengan membuka Biro Tour dan Travel, dan setelah menikah dengan Artatik, putri dari seniman Banyuwangi yang tersohor: Fatrah Abbal, beliau menetap di Banyuwangi.
Banyak arsip dan manuskrip tentang Blambangan yang menjadi koleksi ANRI dan ada di Belanda berhasil di terjemahkan oleh Pitoyo, serta terkuaknya beberapa sejarah baru Banyuwangi. Sebut saja Perang Puputan-Bayu, Blambangan Adatsrecht, terjemahan De Indische Gids, Gandroeng van Banjoewangi dan banyak lainnya. Jasa beliau sangat besar, tentu saja di dunia literasi kebudayaan Banyuwangi.
Empat
Banyak juga warga dari mungkin daerah Bagelen dan Yogyakata yang tinggal di tiga kecamatan ini dengan di duga dari aksentuasi bahasa dan keseharian sedikit berbeda dengan kebiasaan masyarakat Banyuwangi pada umumnya.
Ketiga daerah tersebut ialah Kecamatan Purwoharjo, Kec Pesanggaran dan Bangorejo. Walaupun secara data historis atau literen, belum ada yang meneliti. Tapi, berdasarkan penuturan narasumber yang penulis temui, selain disinggung bahasa yang di pakai di daerah tersebut di atas ialah dialek Mataraman, narasumber tersebut mengatakan bahwa ia memang berasal dari Kabupaten Purworejo Bapak dan Ibunya.
Juga ada beberapa ulama, spiritualis yang berasal dari Bagelen Purworejo, upaya “ ngelmu” nya ialah bertapa di Alas Purwo Banyuwangi dan sampai sekarang kemudian berelasi dengan penduduk setempat. Membuka perguruan atau berjodoh dengan menerima dari daerah asal muasal Guru nya menncari ilmu tersebut tentu saja.
Di atas adalah beberapa korelasi emosional yang coba penulis susun berdasarkan beberapa referensi singkat dan tidak mendalam. Mungkin ada beberapa tambahan, kesalahan dan bahkan info baru silakan kirim ulasan di bawah. Terimakasih. ( ie)
photo: langgar.co, Indonesia Zaman Dulu
Add Comment