Oleh: Ilhan Erda.
Letnan Jenderal Ahmad Yani adalah aset bangsa terbaik negeri ini pada zamannya. Menteri muda, cerdas dan setia kepada negara ini menguasai beberapa bahasa, dan sekolah militer di luar negeri. Beberapa misi dalam negeri dan luar negeripun berhasil ia laksanakan dengan tuntas.
Salah satu gagasan Jenderal asal Purworejo yang digadang-gadang menjadi Presiden kedua Indonesia ini salah satunya ialah munculnya media Kompas yang sekarang kita kenal sebagai konglomerasi bisnis papan atas, mulai dari bisnis media, perhotelan, pendidikan dan banyak lini lainnya.
Yani, saat itu menjabat sebagai Menpangad, dan Yani merasa saudara-saudara Katholik Indonesia harus mempunyai surat kabar guna mengimbangi pengaruh dari Partai PKI.[1]Juga di tahun tersebut, 1964 hubungan antara militer dan PKI sedang memburuk, khususnya dengan Angkatan Darat, dimana Yani menjadi pentolannya. Lalu munculah ide Kompas ini dari benaknya.[2]
Nama mula Kompas sebelumnya ialah Bentara Rakyat, dimana para tokoh terkemuka Katolik Indonesia seperti PK Ojong, Jakob Oetama, Frans Seda, R Soekarsono mengadakan pertemuan dengan beberapa wakil elemen Katholik lain yaitu Majelis Agung Wali Gereja Indonesia ( MAWI), Partai Katholik, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia, Pemuda Katholik dan Wanita Katholik.[3]
Bentara Rakyat di ketuai oleh IJ Kasimo yang juga menjabat sebagai Ketua Partai Katholik dan wakilnya ialah Frans Seda yang saat itu sebagai Menteri Perkebunan.
Arahan Ahmad Yani selanjutnya agar media ini lekas memberikan wacana, berita yang mampu mengimbangi, bahkan mereduksi dari wacana PKI yang berkembang saat itu. Tetapi para punggawa Kompas saat itu belum bisa menerima saran Yani yang ini.
Perjalanan terjal Kompas sangat panjang. Perijinan penerbitan media saat itu sangat susah, apalagi PKI menguasai pemerintahan baik di aparatur perizinan pusat dan daerah.
Kompas saat itu dapat ijin terbit dari Panglima Militer DKI Jakarta dengan syarat adanya tiga ribu pelanggan, maka di akali oleh Frans Seda dengan mengumpulkan tanda tangan itu dari tiga kabupaten wilayah asal dia di Flores yang termasuk dari himpunan anggota Partai Katholik, Koperasi Kopra Primer dan sekolah Katholik.[4]
Nama Kompas sendiri dari Bung Karno, yang artinya penunjuk arah, sebelumnya ide dari Frans Seda. Lantas, nama Bentara sendiri digunakan sebagai nama Yayasan yang menerbitkan Kompas.
*** *** ***
Rentang waktu selama 60 tahun Kompas dan KKG grup [5] diawali dari terbitnya Majalah bulanan Intisari ditahun 1963, dan dua tahun kemudian baru lahir Kompas di tanggal 28 Juni 1965. Tahun 1970 muncullah took buku Gramedia, tahun 1971 didirikan percetakan sendiri, percetakan Gramedia.
Tahun 1972, unit bisnis lain muncul yakni Radio Sonora, kemudian tahun 1974 dengan adanya PT. Gramedia Pustaka Utama, tahun 1985 dengan adanya PT Elex Media Komputondo dan tahun 1976 dengan PT Gramedia Film. Lalu tahun 1981 muncul PT Grahawita Santika atau Hotel Santika.
Ada juga PT Graha Kerindo Utama dengan produk tisu, PT Grahanusa Mediatama yang masih sebidang di media, tahun 1998 muncul Kompas Online untuk mengikuti perkembangan zaman. Di tahun 2000 mendirikan PT Duta Visual Nusantara TV 7 dan ditahun 2005 mendirikan Universitas Multimedia Nusantara.
Begitulah jejak panjang Kompas yang sampai kini masih menjadi satu media legendaris dan menguasai oplah di Indonesia, serta gaya penulisan atau metode bisnis dari sang pendiri Jakob Oetama menjadi rujukan dari para yuniornya.
Yani pun sama, kedekatan dengan beberapa tokoh Katholik ini untuk mengamankan jalannya pemerintahan yang didominasi penuh oleh PKI sehingga muncul ide Kompas ini, atau kesepakatan juga dengan Ojong dan Jakob dimana Indonesia yang majemuk, non partai dan bisa menjadi miniatur Indonesia.
Demikian poin-poin yang menjadi pemantik, landasan filosofis akan takdir sejarah dengan lahirnya Kompas dari tangan dingin Ojong, Jakob dan ide bernas Ahmad Yani.
[1] Jakob Oetama: Bekerja Dengan Hati: 56.
[2] Iswara, 2001: 182
[3] Jakob Oetama: Bekerja Dengan Hati: 57
[4] Adam, 2002: 134
[5] Kompasgramedia.com
Add Comment