Oleh: Ajip Rosidi
Ajip Rosidi: Kepada Basuki Resobowo !
Kepada Basuki Resobowo
Osaka, 8 November 1987
Mas Bas yang budiman…
Maaf, baru sekarang saya menulis surat, walaupun sudah lama benar niatnya saya kandung. Alamatnya malah sudah saya peroleh dari saudara Sitor beberapa waktu yang lalu. Kemudian waktu saya berada di tanah air bulan Juli yang lalu, saya mendapat bingkisan dari Ami Priyono, yang sekarang menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, yaitu karangan Mas Bas yang satu di antaranya merupakan reaksi terhadap surat-surat pelukis Hasan di dalam buku Anak Tanah Air.
Saya tadinya mengira bahwa bingkisan itu di bawa Ami atau istrinya yang baru kembali dari Eropa. Tetapi kemudian , kata Ami bingkisan itu di kirimkan melalui pos ke alamat Dewan Kesenian Jakarta. Kebetulan saja saya pada waktu itu berada di tanah air, dan kebetulan berkunjung ke DKJ Jakarta. Kalau tidak, tentu tidak dapat saya terima.
Untuk kiriman dan ingatan ikhlas Mas Bas, saya ucapkan terimakasih yang tulus serta.
Ikhlas.
Yang barangkali perlu saya “ koreksi” ialah sangkaan Mas Bas bahwa buku itu dikirimkan ke alamat Mas Bas oleh penerbitnya karena di ketahui pernah membuat resensi atas bukunya Pram: Anak Semua Bangsa. Hal itu tidak betul. Pengiriman buku itu atas permintaan saya, dan saya tidak pernah tahu bahwa Mas Bas, pernah membuat resensi terhadap bukunya Pram itu. Saya baru mengetahuinya setelah membaca karangan Mas Bas itulah.
Saya merasa gembira bahkan bangga, karena buku tersebut telah membangkitkan keinginan Mas Bas untuk menulis. Bagaimanapun saya anggap hal itu sebagai penghargaan atas roman tersebut. Saya sendiri menerima sebiah tulisan dari Keith Folucer ( Australia) yang di dalamnya membahas roman-roman yang bersifat “ kesejarahan”. Ternyata sebagian besar, yang menjadi porsi utamanya, adalah membahas roman Anak Tanah Air itu.
Di Indonesia sendiri, sambutan terhadapnya tidak begitu besar, dan laporan penjualan penerbitnya memperlihatkan gambaran bahwa penerimaan atas buku tersebut berlainan dengan terhadap Anak Semua Bangsa. Mungkin yang karena bobotnya memang kurang, atau mungkin juga karena tokoh utamanya seorang seniman yang banyak mempermasalahkan kehidupan kesenian atau kebudayaan yang kurang menarik bagi kebanyakan pembaca.
Walaupun demikian, dibandingkan dengan umumnya penjualan karya sastra di Indonesia, katanya tidak terlalu buruk juga. Begitu pula, edisi Singapura nya lumayan. Sekarang sedang di kerjakan terjemahannya ke dalam bahasa Jepang, semoga tahun depan bisa terbit.
Maaf, saya jadi asyik cerita tentang diri sendiri. Menanyakan keadaan Mas Bas pun belum lagi saya lakukan. Mudah-mudahan Mas Bas selalu baik-baik saja. Alhamdulilah kami semua di Osaka juga baik-baik.
Tak terasa sudah tiga tahun lebih sejak kita bertemu. Cepat sekali waktu berjalan. Tentu selama ini telah banyak karya Mas Bas yang di selesaikan. Pada waktu saya datang itu Mas Bas sedang menyelesaikan adegan kuburan, waktu pembacaan talqin. Sudah selesai sekarang?
Atau malah sudah membuat yang baru berbilang puluh? Kapan Mas Bas akan mengadakan pameran? Bukankah mungkin Mas Bas mengadakan pameran di negeri Belanda atau Jerman Timur? Di manapun di selenggarakan sama saja. Yang penting karya itu sampai kepada publik.
(bersambung…..)
Photo: ISSI.
Add Comment